Kombinasi manusia dengan laut terpadu melalui perlindungan sumber daya alam dan pelestarian sejarah peradaban manusia yang lengkap dengan warisan peninggalannya, dapat ditemukan elaborasi dan integrasi yang sempurna di Taman Nasional Taijiang. Mari kita menyelami nilai hidup dari sepetak lahan ini, bagaimana cara menurunkan kecerdasan nenek moyang ke generasi berikutnya dan cara berinteraksi dengan makhluk hidup lain sehingga tercapai keseimbangan ekologis serta meningkatkan visibilitas dan peran aktif Taiwan dalam konservasi internasional.
t diisi ulang kembali usai penggunaan. Baterai yang memiliki bahan dasar partikel bambu arang ini mampu terus memberikan energi tanpa tersendat-sendat, sehingga memudahkan para penggunanya.
Inspirasi berasal dari kehidupan sehari-hari, dimana berbagai kebutuhan hidup manusia ternyata sedikit banyak juga dipengaruhi dengan penggunaan kayu arang atau bambu arang. Sehingga diharapkan di masa yang akan datang, akan lebih banyak lagi penemuan yang berasal dari arang, sehingga membuat kehidupan manusia semakin nyaman dan bersahaja.
Semenjak tahun 1990, jumlah burung jenis Spoonbill berwajah hitam atau belibis berparuh sendok di seluruh dunia tidak lebih dari 300 ekor. Saat melewati musim dingin dengan bermigrasi ke T
Dalam ruangan yang dipenuhi dengan bau asap dari kayu bakar, kedua orang tua mengenakan pakaian yang tak dapat tercuci bersih dari noda legamnya arang, itulah bayangan ingatan yang dimiliki oleh CEO Jacky Chen yang merupakan generasi ke dua pemilik perusahaan Dawoko Wood Vinegar, di desa Hukou, Hsincu. Sejak kecil ia menyaksikan kedua orang tuanya yang berbasuh keringat sembari membakar kayu arang. Semua kayu arang yang berada di dalam pabrik tersebut adalah teman bermainnya sejak kecil, dan pabrik arang yang bertranspirasi udara panas menjadi lingkungan permainannya, dimana akhirnya membuat dirinya memiliki perasaan hati khusus tentang kayu.
Seiring dengan semakin menjamurnya penggunaan gas alam sebagai bahan bakar, maka kinerja pabrik kayu arang juga semakin menurun dari hari ke hari, sehingga mendesak sang ayah memutuskan untuk mencari sumber mata pencaharian yang baru. Pada tahun 2003 Institut Riset Teknologi Perindustrian (ITRI) melepaskan teknologi ekstraksi asam kayu arang untuk ditransferkan kepada perusahaan swasta. Sang ayah bersama dengan beberapa temannya melakukan investasi penanaman modal senilai NT$ 10 juta untuk pengadaan mesin dan peralatan. Setelah menjalani beberapa kali percobaan, berhasil melakukan penyulingan ekstrak kayu arang, sehingga dapat dipergunakan untuk pengembangan sabun mandi dan sampo untuk rambut. Meskipun disebut sebagai bahan dari ekstrak alami, namun rasa asam yang menusuk hidung kerap tidak dapat diterima oleh konsumen. Tagihan yang tidak dibayar oleh konsumen, nyaris membuat investasi ayahnya mengalami kegagalan.
Hadiah Terindah dari Alam
Jacky Chen yang baru memasuki semester ke lima saat melangsungkan kuliah di kawasan Selatan Taiwan, untuk mengirit biaya kehidupan, ia menumpang tinggal di salah satu pabrik pembakaran kayu arang milik rekan ayahnya. Kondisi pabrik yang selalu panas dan lembab, ditambah lagi dengan faktor gen kulit yang dimiliki oleh Jacky, alhasil membuat kulitnya semakin mudah terasa gatal dan membengkak. “Saya telah mencoba menggunakan berbagai obat untuk menyembuhkannya, namun tak berhasil pula, hingga suatu hari baru kuketahui jika asam yang berasal dari kayu arang telah berhasil menolongku”, umbar Jacky mengingat memori masa silam. Ia sempat mendengar cerita dari sang ayah, jika asam kayu arang memiliki keampuhan dalam mengatasi kuman bakteri. Jacky segera menggunakan dirinya sendiri sebagai kelinci percobaan, dimana setengah badannya dilumuri dengan asam kayu arang, dan hasilnya adalah pada bagian yang dilumuri malah berubah membaik, dan yang sebelahnya masih membengkak laksana kulit babi, ujarnya tersenyum.
Setelah ada contoh percobaan langsung pada tubuhnya, Jacky Chen mulai melakukan riset penilitian, khususnya makalah laporan yang dikeluarkan oleh instansi di Jepang terkait fungsi dan manfaat dari asam kayu arang, yang mampu membersihkan, membunuh kuman bakteri dan mengatasi bau busuk. “Asam kayu arang adalah hasil proses pembakaran kayu arang yang kemudian mengepul menjadi asap, kemudian disuling dan menjadi ekstrak bahan alami. Saya rasa ini adalah hadiah terindah yang diberikan oleh alam untuk dipergunakan”, ujar Jacky sembari berharap.
Selanjutnya Jacky bersama dengan beberapa rekannya, mulai melakukan berbagai percobaan dan penelitian lebih lanjut, dimana menggunakan bahan dasar dari asam kayu arang, untuk kemudian dikembangkan menjadi bahan sabun mandi, perawatan kulit, bahan pembersih lingkungan, pemberantas nyamuk, cairan untuk membersihkan hewan peliharaan dan lain sebagainya hingga untuk produk perawatan kulit yang dapat digunakan oleh balita. Semua produk ini tidak lagi ditambahkan bahan kimia lainnya, sehingga dapat benar-benar merupakan bahan alami untuk keperluan kebersihan tubuh manusia sendiri.
Jika sebelumnya asap yang dihasilkan dari proses pembakaran kayu arang dianggap sebagai bagian dari polusi, namun kini melalui proses riset teknologi, mampu menjadi sebuah bahan yang ramah lingkungan. “Sebatang pohon dapat bertahan hidup di bumi hingga ratusan bahkan ribuan tahun lamanya, maka diyakini bahwa asam yang dihasilkan dari kayu arang juga merupakan salah satu bagian dari alam semesta”, kata Jacky. Kini penggunaan asam kayu arang di Taiwan semakin maju dan diharapkan penggunaan di masa yang akan datang juga akan semakin banyak, sehingga dapat bersama menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Permata Hitam nan Alami
Bambu untuk arang merupakan sebuah kekayaan alam yang tersimpan lama. Setelah melewati proses pembakaran, maka air yang tersimpan dalam rongga bambu akan menguap, dan tersisa rongga kosong di dinding bambu tersebut, karena ukuran yang sangat kecil, maka perlu menggunakan mikroskop pembesar untuk melihat wujudnya yang bagaikan sebuah jala yang terjalin rapat. “Setiap gram bambu memiliki luas rongga yang sebanding dengan luas sebesar 300 meter persegi, dimana luas ini sama dengan luas sebuah lapangan tenis. Sama halnya dengan busa lembut, bambu arang ini memiliki keunggulan dalam meresap air”, papar Chen His-chou yang adalah Kepala Pelaksana Asosiasi Pengembangan Eco-Karbon.
Mulai tahun 2002 bambu arang mulai dipergunakan untuk keperluan penyaring air, penyerap partikel yang tidak diperlukan atau untuk mengurangi bau tidak sedap dengan penggunaan bambu arang secara keseluruhan. Berkat bantuan riset teknologi, maka bambu arang digiling halus hingga ukuran yang sangat kecil, kemudian dicampurkan ke dalam bahan untuk kain, sehingga partikel bambu arang yang berukuran nano millimeter tersebut, mampu difungsikan untuk memancarkan radiasi infrared, sehingga bisa dipergunakan sebagai kain penghangat tubuh, bahan untuk alat kebutuhan dapur, ranjang, kasur, bantal dan sebagainya.
Memberikan Kenyamanan yang Lebih Baik
Selain yang dipakai dan dipergunakan, partikel bambu arang yang melalui tahapan proses pemanasan bersuhu tinggi, maka dapat ditambahkan ke dalam bahan makanan, sebagai salah satu bagian zat penting yang bisa diserap oleh tubuh manusia. “Saat itu kami merintis mie dengan campuran bahan partikel bambu arang, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan pangsit yang tentu membantu menjaga kadar air di dalamnya, sehingga pangsit tidak lengket, dan untuk pertama kalinya dipamerkan di dalam pameran produk pangan di Taipei World Trade Center”, kata David Chen, manajer Bamboo Paradise Resort.
Penemuan yang mengejutkan juga berlanjut pada tahun 2015, dimana menjadi hak paten untuk penemuan kertas peresap berbahan bambu arang. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa kapasitas penyerapan oleh partikel bambu arang mampu mencapai 92%. Hal ini dapat khusus dipergunakan untuk memperpanjang tingkat kesegaran untuk produk buah dan sayur. Kini juga dipergunakan untuk memperpanjang masa kesegaran produk, sehingga dibuat dalam bentuk kertas bungkusan, sehingga selain dapat memaksimalkan fungsi bambu arang, juga bermanfaat dalam mencegah polusi lingkungan.
Untuk meningkatkan konduktivitas dari partikel bambu arang, Taiwan juga menjadi pelopor dalam mengembangkan super kapasitor untuk energi kendaraan yang berasal dari bambu arang. Dimana dialihkan menjadi pengganti baterai biasa yang dapa
aiwan, hanya berjumlah kurang dari 150 ekor dan terancam punah. Di tahun 2017 jumlah total di seluruh dunia tercatat sebanyak 3.941 ekor. Terdapat sebanyak 2.601 atau 66% dari jumlah total yang bermigrasi ke Taiwan saat musim dingin, tercatat sebagai yang terbanyak dan menempatkan Taiwan pada urutan pertama dunia. Hal ini menjadi satu kebanggaan bagi Taiwan dalam turut berperan dalam upaya perlindungan dan pelestarian makhluk hidup, dimana upaya koordinasi dari lembaga swasta dan instansi pemerintah, juga menjadi pola percontohan kerjasama konservasi transnasional. Metode Akuakultur bagaimanakah yang dianggap bersahabat bagi Spoonbill berwajah hitam? Apakah metode ini juga mampu menjaga perkembangan ekonomi dan eksistensi kearifan lokal? Mari kita mengeksplorasi era kehidupan Spoonbill berwajah hitam di Taiwan pada masa lalu, sekarang dan masa mendatang.
Tindakan Konservasi Yang Mengakar
"Sekitar tahun 1988-1989 ditemukan salah satu spesies burung di dunia yakni Spoonbill berwajah hitam yang terancam punah. Lembaga non-pemerintahan, Badan Kehutanan Dewan Pertanian, para pakar dan pemerintah daerah setempat terus mengupayakan agar kesadaran masyarakat terhadap pelestarian satwa dapat ditingkatkan supaya keberlangsungan hidup spesies Spoonbill berwajah hitam tetap dapat berjalan", ujar Huang Kuang-ying selaku Direktur Pos Pelayanan Liukong Taman Nasional Taijiang. Proses konservasi berlangsung dalam waktu yang sangat panjang. Pada masa itu pembangunan internal Taiwan tengah gencar mempromosikan pengembangan industri, seperti perusahaan Tuntex dan Yieh Loong di sepanjang pesisir pantai Tainan, kemudian adanya kasus penembakan burung Spoonbill berwajah hitam di saat yang sama, maka sempat membuat mata dunia, khususnya Amerika Serikat menganggap Taiwan tidak mampu menghentikan transaksi jual beli produk flora dan fauna yang dilindungi. Dengan merujuk kepada Amandemen Pelly, Amerika menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Taiwan. Di era yang tengah mengutamakan pembangunan perekonomian, semua masalah yang terjadi bagaikan suntikan yang menyadarkan kita untuk menghormati dan memasukkan upaya perlindungan alam sebagai bahan utama pertimbangan kebijakan.
Dengan latar belakang adanya tekanan dari dalam dan luar negeri, maka pada tahun 1992 dicetuskan Yayasan Perlindungan Burung Liar di Tainan (The Wild Bird Society of Tainan). Visi misi utama dari yayasan ini adalah memberikan perlindungan untuk spesies Spoonbill berwajah hitam. Ketua Umum Pelaksana Yayasan Perlindungan Burung Liar di Tainan, Philip Guo Tung-hui mengenang masa lalu dan mengatakan, "Melalui sosialisasi, masyarakat setempat baru mengetahui ternyata jenis burung ini pada awalnya telah singgah tempat ini. Burung Spoonbill berwajah hitam selain dapat menarik wisatawan. Aneka pakan berupa ikan, udang kecil dan produk sampingannya adalah yang tersisa pada masa bera tambak ikan bandeng, dimana ini semua menjadi habitat bagi Spoonbill berwajah hitam. Sehingga tidak bertentangan dengan usaha para petambak lokal." Kegiatan terkait konservasi yang digelar oleh instansi non-pemerintah lokal, para ahli dan ilmuwan serta tokoh masyarakat setempat, digelar selama bertahun-tahun. Rangkaian aktivitas dan dipadukan dengan bantuan dari pemerintah daerah kota Tainan, maka pada tahun 2009 berhasil mendirikan Taman Nasional Taijiang, sekaligus mengaktifkan fungsi sebagai habitat nyaman bagi Spoonbill berwajah hitam saat bermigrasi ke Taiwan di musim dingin.
Setengah Tahun Untuk Manusia,
Setengah Tahun Untuk Burung
Kawasan Taijiang dan industri budidaya ikan di sekitar pesisir pantai Tainan sempat melalui beberapa tahapan transformasi. "Bermula dari tambak udang, pernah terserang penyakit kemudian diubah dengan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomi paling tinggi yakni ikan Kerapu. Namun kini diganti dengan budidaya kerang Hamaguri, udang Vannamei, sementara untuk budidaya ikan Bandeng tetap berjalan", jelas Huang Kuang-ying. Dalam proses penanganan ikan Kerapu dan udang Vannamei, kolam perlu digali lebih dalam. Walaupun nilai jual ikan bandeng jauh lebih berharga, namun melalui proses budidaya berintensitas padat, lahan tambak akan menjadi tandus apabila diolah tanpa masa bera, serta menghasilkan limbah air berskala besar akibat pengolahan tambak. Spoonbill berwajah hitam termasuk spesies burung air, sementara budidaya tambak tradisional ikan bandeng mengadopsi kolam datar dan dangkal, baik dari segi kedalaman kolam maupun siklus pembenihan, menjadi lahan yang cocok bagi burung air mencari mangsa. Namun ternyata timbul masalah yang lebih besar, dimana perubahan pada mode tambak ikan yang lebih dalam, membatasi ketersediaan habitat bagi Spoonbill berwajah hitam dalam jumlah besar sehingga mengakibatkan ancaman keberlangsungan hidup untuk Spoonbill berwajah hitam.
Dengan metode "Setengah tahun untuk manusia, setengah tahun untuk burung", dimana pada bulan April hingga Oktober merupakan periode masa pembiakan bagi petambak ikan bandeng tradisional. Memasuki bulan Oktober hingga April pada tahun berikutnya, tingkat air pada tambak diturunkan, dan memasuki musim dingin Spoonbill berwajah hitam yang bermigrasi ke Taiwan, akan menyambangi kolam ikan tersebut untuk memangsa sisa-sisa ampas ikan, ikan kecil maupun udang kecil yang tertinggal pada lapisan terbawah dalam tambak. Metode dilakukan berulang kali, dimana cara ini kembali mengadopsi budidaya ikan bandeng tata ternak tradisional masyarakat Belanda 300 tahun yang silam, sekaligus melestarikan konsep warisan peradaban manusia yang dinamis dan organik serta menjaga keutuhan makna perlindungan lingkungan. Kepala Divisi Direktorat Jenderal Bina Kontruksi dan Perencanaan Taman Nasional (Cpami) Chang Wei-chuan mengatakan, "Pada tahun 2011 jumlah Spoonbill berwajah hitam yang bermigrasi ke Taiwan kala musim dingin mengalami penurunan drastis, pada saat tersebut pihaknya bersama Universitas Nasional Tainan (NUTN) bekerja sama dengan Yayasan Perlindungan Burung Liar di Tainan mengembangkan budidaya ikan ramah lingkungan. Setelah panen lalu tingkat air pada tambak dikurangi, menguras air dan membiarkan lahan dijemur kering, disterilkan dengan sinar matahari, setelah 2~3 bulan berjalan baru ditambahkan air dan menaburkan bekatul. Bekatul untuk kultivikasi jenis tumbuhan alga atau ganggang sebagai sumber pakan ikan bandeng."
Sehubungan dengan tambak eksperimen budidaya ikan ramah lingkungan di distrik kampus Barat Qigu Universitas Nasional Tainan (NUTN), Wakil Dosen Jurusan Ekologi dan Sumber Daya Lingkungan, Wang Yi-kuang mengingatkan, "Keseluruhan eksperimen masa itu lebih menitikberatkan pada budidaya ikan bandeng musiman dengan metode tambak datar dan dangkal, sekitar bulan April hingga Oktober, usai panen baru mengurangi tingkat air dalam tambak untuk bahan perbandingan dan percobaan." Terdapat empat kelompok, yakni tambak ikan bandeng, ikan nila, ada juga tambak yang disebut dengan kolam simulasi ikan liar. Satu kolam simulasi bekas tambak ikan bandeng dengan kondisi tingkat air dikurangi. Satu tambak lainnya dengan kondisi tingkat air tetap dipertahankan untuk dibuat sebagai studi perbandingan. Alhasil ditemukan, kolam dengan tingkat air yang diturunkan, lebih banyak dikunjungi oleh Spoonbill berwajah hitam, termasuk pula burung-burung air spesies lainnya seperti kuntul putih besar maupun kecil, masih ada burung pantai seakan-akan berjalan di pesisir bekas lumpur. Eksperimen berjalan selama bertahun-tahun, menyesuaikan tingkat air pada lahan basah kolam ikan mampu memberikan hasil yang signifikan, karena terlihat semakin banyak kawanan burung menyambangi tambak ini.
Manfaat Merek Produk
"Spoonbill Berwajah Hitam"
Huang Kuang-ying mengatakan, "Hanya sepersepuluh dari lahan kampus Qigu difungsikan sebagai tambak ikan, luas lahan tersebut sudah mampu mencukupi kebutuhan tempat persinggahan bagi Spoonbill berwajah hitam dan burung-burung air lainnya ketika bermigrasi ke Taiwan di musim dingin." Sama halnya seorang petambak memiliki lahan seluas 8.800 meter persegi, asalkan lahan seluas 880 meter persegi diolah sebagai tambak ikan datar dan dangkal, sementara lahan lainnya difungsikan untuk memenuhi permintaan kebutuhan pasar dengan produk perikanan bernilai ekonomi lebih tinggi seperti ikan Kerapu, udang Vannamei atau kerang Hamaguri maupun budidaya ikan berintensitas tinggi. Para petambak ikan juga menyetujui cara pemeliharaan tambak ikan demikian, bersedia menerapkan budidaya ternak ikan ramah lingkungan dan memberikan tempat persinggahan bagi Spoonbill berwajah hitam ketika bermigrasi ke Taiwan kala musim dingin. Sehubungan dengan hal ini, budidaya ikan bandeng dengan metode kolam datar dan dangkal juga dapat mengembangbiakkan bibit ikan maupun ikan kecil yang dapat dipakai sebagai umpan pemancingan ikan di laut lepas, serta mengembangkan jenis ikan Bandeng Milkfish ukuran 20 cm bertulang lunak, yang kini menjadi resep kuliner yang dipromosikan oleh Institut Penelitian Perikanan Dewan Pertanian (COA).
Pakan yang dikonsumsi ikan Bandeng adalah jenis tanaman alga, sehingga ikan Bandeng juga termasuk sebagai salah satu ikan ramah lingkungan yang mampu mengurangi emisi karbon. Karena jenis ikan karnivora akan memakan jenis ikan atau udang kecil lainnya, sehingga setiap memasuki satu putaran rantai makanan, energi yang tersisakan hanya tinggal sepersepuluh untuk pertumbuhan setiap organisme dalam ekosistim tersebut. Huang Kuang-ying mengatakan, "Oleh karena itu ikan Bandeng yang kita konsumsi merupakan konsumen pertama pada rantai makanan, selain kelezatan dari ikan bandeng, juga tidak memerlukan transformasi dan pemborosan energi, karena ikan bandeng merupakan jenis ikan hemat energi." Untuk budidaya ikan Bandeng dengan metode kolam datar dan dangkal, serta lahan yang difungsikan dengan cara "Setengah tahun dipakai oleh manusia, setengah tahun untuk burung", maka budidaya ikan Bandeng yang diolah dengan kombinasi bahan makanan lokal, terpadu menjadi produk makanan kalengan, perut ikan atau bola ikan berlabel "Spoonbill berwajah hitam". Kini produk tersebut telah mendapatkan sertifikasi berpredikat sebagai tambak ramah lingkungan. Ini merupakan sebuah metode budidaya yang menciptakan merek bermanfaat serta meningkatkan nilai tambah.
Selain itu, berkaitan dengan label lahan basah, Chang Wei-chuan menyebutkan, "Setelah undang-undang konservasi lahan basah diloloskan, lahan basah pada Taman Nasional Taijiang menjadi lahan basah pertama yang lolos uji. Selain kepedulian terhadap konservasi lahan basah dan pelestarian habitat Spoonbill berwajah hitam, juga diharapkan dapat meningkatkan penjualan produk ramah lingkungan ini." Tepatnya pada tahun 2016 "Konvensi Lahan Basah Internasional Taiwan" menggelar festival pasar kreatif lahan basah di Taipei Flower Expo Park, memasarkan produk ramah lingkungan dan produk bermerek Spoonbill berwajah hitam, alhasil produk tersebut sangat diminati oleh konsumen dan setiap pemasaran produk tersebut selalu laris terjual.
Membangun Ekowisata Berkesinambungan
Ekowisata memiliki tiga ciri karakteristik. Pertama, biaya per individual sangat tinggi, membatasi jumlah partisipan. Kedua, wisata bersifat intelektual dan wisatawan akan memperoleh banyak pengetahuan. Ketiga adalah keuntungan yang diperoleh diwajibkan menjadi umpan balik untuk kesejahteraan lokal. Huang Kuang-ying mengatakan, "Petambak ikan dapat bertugas menjadi pemandu wisata di lokasi tambak ikannya, sambil memberikan penjelasan kepada wisatawan yang menumpangi kapalnya." Sementara ini laguna di distrik Qigu Taijiang terdapat 15 perahu rakit yang dijadikan sebagai transportasi ekowisata, dan para petambak membawa wisatawan mengitari laguna. Perjalanan ini selain dapat memahami tentang Spoonbill berwajah hitam juga dapat menjelajahi secara menyeluruh lahan basah penting milik negara, serta pengetahuan terkait burung maupun laguna Taiwan terbesar dan lain-lain. Yang disebut dengan lahan budaya dinamis dan organik adalah mengandung makna budaya serta perlindungan dan pelestarian alam, karena manusia hidup di atas lingkungan ekosistem ini.
Berbicara tentang kebutuhan wisatawan mengenai penginapan, menurut Philip Kuo Tung-hui beranggapan, "Daripada membangun hotel megah lebih baik memanfaatkan penginapan penduduk bercorak warna lokal yang dikelola masyarakat setempat." Dengan memanfaatkan kompleks perkampungan nelayan yang terbengkalai dan rumah kuno yang direnovasi, juga tersedia pavilion untuk aktivitas mengamati burung, maka terowongan hijau Sicao difungsikan menjadi rute mini eko wisata di Taman Nasional Taijiang, memadukan aktivitas mengamati burung liar dan kegiatan melukis pemandangan. Sebuah kombinasi tentang alam, peradaban manusia dan konsep warisan kehidupan manusia, turut mewujudkan semangat "Inisiatif Satoyama dan Sautomi" dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati 2010 (CBD-COP10), sehingga gaya hidup masyarakat di sepanjang pesisir pantai, pengetahuan mereka mengenai alam sekitar, pemahaman dan pelestarian akan terus berlanjut. Pada tahun 2013 Taman Nasional Taijiang, Badan kehutanan Dewan Pertanian dan pemerintah daerah kota Tainan mendapat predikat penghargaan “Prestasi Konservasi” yang diberikan Organisasi BirdLife Internasional.
Pola Percontohan Kerjasama Transnasional
Taiwan tidak pernah absen dalam segala bentuk kerjasama konservasi Spoonbill berwajah hitam internasional. "Selain pernah bekerjasama dengan Korea, Daratan Tiongkok dan Jepang, pada tahun 2014 Taiwan bersama pakar burung Dr. Shibaev dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia cabang Far Eastern, membawa satelit pemancar dan berhasil melepaskan dua ekor burung Spoonbill berwajah hitam di atas pulau kecil yang terletak pada Timur Jauh Rusia. Masyarakat dunia telah mengetahui tempat berkembangbiaknya Spoonbill berwajah hitam berada di bagian paling Utara, di kawasan tersebut terdapat puluhan ekor burung Spoonbill berwajah hitam hasil pengembangbiakan. Percobaan demikian merupakan riset perdana hasil kerjasama Taiwan dan Rusia," ujar Huang Kuang-ying. Ia juga menyebutkan sekalipun ada satu ekor yang tidak terlacak selang satu bulan pelepasan, namun yang satunya berhasil terbang ke Korea Selatan bergabung dengan burung di sana. Kawanan burung mengarungi laut Kuning, laut Timur hingga menyambangi pulau Chongming bagian Utara Provinsi Jiangsu melewati musim dingin. Diharapkan pada tahun ini, burung ini dapat bermigrasi ke Taiwan kala musim dingin.
Selain itu, Taman Nasional Taijiang dan Yayasan perlindungan Burung liar di Tainan berkolaborasi dengan Profesor Universitas Taiwan Normal Jurusan Ilmu Hayati Wang Ying, melepas puluhan ekor Spoonbill berwajah hitam. Ditambah dengan kerjasama pertukaran informasi terkait dengan Korea Selatan, Jepang, Daratan Tiongkok, Vietnam, maka secara bertahap sketsa lingkaran kehidupan Spoonbill berwajah hitam dan rute perjalanan spesies ini semakin jelas diketahui. Dalam rangka melestarikan spesies ini, hal yang lebih penting adalah memahami konsep rantai ekosistimnya secara keseluruhan atau dengan kata lain tidak hanya tempat berkembang biak saja melainkan turut mencakup rute perjalanan bermigrasi, tempat persinggahan dan kawasan menetap melewati musim dingin. Hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab dari satu negara saja, melainkan upaya pelestarian ekosistem dan spesies mahkluk hidup yang bersifat transnasional. Jika saja ada satu bagian dari rantai ini terlepas maka menjadi ancaman bagi hewan tersebut, dan asalkan terbina kerjasama internasional maka pelestarian mahluk hidup akan berjalan dengan sukses.
Konservasi Spoonbill Berwajah Hitam Sarat Makna Bagi Kehidupan Manusia
Andaikan hutan sebagai paru-paru bumi, lahan basah adalah ginjal bumi, bertanggung jawab dalam tugas menjernihkan seluruh aliran air yang ada, selain berfungsi sebagai penampungan air juga merupakan sumber kehidupan utama untuk pembenihan ikan dan udang. Huang Kuang-ying menekankan, "Danau terbesar di Taiwan yang kalian saksikan, pada saat musim semi, di sini dapat terlihat banyak sekali aneka bibit ikan dan larva krustacea menjadi sumber penting yang disediakan untuk industri perikanan lepas pantai Taiwan Selatan." Semua ini baik dalam kuantitas banyak maupun sedikit merupakan buah hasil upaya perlindungan dan pelestarian Spoonbill berwajah hitam.
Melalui upaya yang dilakukan oleh instansi pemerintahan, lembaga konservasi non-pemerintahan, kalangan akademisi dan industri menerapkan beragam tindakan bersahabat bagi Spoonbill berwajah hitam, hal ini membawa lahan budaya yang dinamis dan organik agar dapat dilanjutkan secara berkesinambungan maka upaya ini memberikan makna terpenting dalam perlindungan spesies Spoonbill berwajah hitam. Oleh karena spesies ini mewakili sejarah budidaya tambak Tainan di masa silam 300 tahun yang lalu maka membuat kita semakin mengenal tata cara pengembangbiakan yang diadopsi Taiwan dan memberikan rasa peduli terhadap lahan basah berkadar garam ini dalam kehidupan sehari-hari.