Penulis buku “The Sage Hunter”, “Wind Walker” dan “Grandpa’s Ocean”, Ahronglong Sakinu, adalah seorang penulis literatur suku adat asli Taiwan yang sempat mendapatkan berbagai penghargaan sastra, namanya kerap muncul dalam buku pelajaran sekolah. Karena karyanya ditunjuk oleh Harvard University dan Columbia University sebagai buku bacaan wajib jurusan pendidikan terkait Mandarin, ia pun terkenal dari luar hingga kembali ke dalam negeri Taiwan.
Sakinu yang adalah seorang petugas kepolisian kehutanan, bertahun-tahun aktif dalam dunia budaya dengan status sebagai penulis suku adat asli. Budaya suku Paiwan menjadi keyakinan dirinya selama lebih dari 20 tahun sampai sekarang. Saat kembali ke kampung halaman, selain mendirikan asosiasi perkampungan pemuda, ia juga pendiri sekolah pemburu perdana, mencoba membuka sebuah jalan baru.
Di salah satu malam di bulan empat dalam penanggalan kalender Imlek, tidak biasanya terlihat rombongan manusia yang memasuki perkampungan Lalaulan di Desa Taimali, Kabupaten Taitung. Dengan girang, mereka bergerak menuju rumah kediaman Ahronglong Sakinu, seakan telah bersekongkol lama demi sebuah kegiatan besar.
Melihat lebih cermat, tampak tiga bangunan kayu telah didirikan di samping rumah Sakinu. Ternyata ini adalah ruang kumpul klan “Tepes” yang dipimpin oleh Sakinu. “Rumah primitif” ini digunakan untuk perkumpulan seluruh keluarga klan dan kegiatan publik lainnya. “Pondok pemburu” digunakan sebagai tempat latihan dan berkumpul bagi kaum pria. Selain itu “Loka karya perempuan” yang hanya mengizinkan kaum perempuan untuk masuk, juga dipadukan dengan kantor Sekolah Pemburu. Besok adalah hari yang sangat penting, karena akan digelar ritual pembukaan klan baru dan perayaan terselesaikannya konstruksi bangunan.
Uniknya, anggota keluarga Sakinu tidak dibatasi harus yang sedarah, sebaliknya malah berasal dari berbagai tempat, selain suku Paiwan, masih ada Puyuma, Amis, Truku, dan banyak juga suku Han, bahkan ada orang Australia yang menikah ke sana. Total ada 7 keluarga dan 5 orang yang belum menikah.
“Beberapa hari lalu, saya duduk di ruang kumpul sembari memandang ukiran dalam rumah, terlihat gelap di sekelilingnya, kebetulan ada sinar yang memancar dari pintu. Mendadak air mata menetes tanpa dapat terbendung, seperti dirasuki oleh roh”, ujar Sakinu kepada keluarganya. “Saya tertawa cekikikan, berkata pada diri sendiri, kamu telah berhasil! Walau tidak ada orang yang dapat memahami, tetapi yang penting kamu memahami diri sendiri!”
Anggota klan “Tepes” berasal dari ras, etnis dan tempat yang berbeda.