Pergantian Generasi,
Suntikan Darah Baru
“Nenek mulai belajar opera tiga peran pada usia 5 – 6 tahun, dan mulai tampil di panggung pada usia 10 tahun.” Cheng Rom-shing yang sejak kecil dan tumbuh besar dalam kelompok teater, sewajarnya ia menjadi pakar opera, berbagai libreto dalam bahasa Hakka, bahasa Mandarin maupun Hokkien tidaklah menjadi masalah baginya. Pada drama Opera Hakka yang dituliskan oleh Tseng Yong-yih dalam “Hegemon King of Western Chu and Consort Yu” - perang Chu – Han, Cheng Rom-shing mencoba menggunakan metode “3 dalam 1” yaitu memadukan Opera Taiwan, Opera Hakka, dan Opera Beijing. Karya inovatif ini meraih “Penghargaan Melodi Emas Seni dan Musik Tradisional ke-25” untuk kategori “Pertunjukan Seni Audiovisual Tradisional Terbaik”. Selain menampilkan opera sejarah tradisional Tiongkok, “Rom Shing” juga membaurkan karya klasik Shakespeare, “Kami ingin ada inovasi dalam karya tradisional.”
Aktor adalah jiwa dari opera, pergantian generasi selalu menjadi target dalam upaya Cheng Rom-shing. Opera tradisional harus menghadapi masalah sulit yaitu menuanya aktor. “Untuk membina aktor berbakat, kami melakukannya cukup baik.” Berkat adanya program pengajaran semua bentuk teater secara bertahap membuat Opera Hakka mendapat suntikan darah baru, sehingga seperti sekarang ini, di atas, bawah, depan dan belakang panggung dapat terlihat wajah-wajah muda. Diturunkan dari tua, menengah dan muda, tim yang terdiri dari hampir 50 orang yang serba bisa, dari orkestra hingga administrasi dan aktor, dengan performa yang luar biasa. Selain itu, Cheng Rom-shing juga bertekad untuk mempromosikan pada masyarakat umum dan pelajar agar semakin banyak orang memahami dan menyukai konten budaya opera Hakka.
Cheng Rom-shing memiliki misi yang kuat sejak lahir, semua ini hanya untuk memotivasinya bekerja lebih keras melestarikan dan membangun di atas dasar yang diberikan leluhurnya. Dari mendirikan sekolah opera Taiwan Fu Hsing Dramatic Arts Academy pada tahun 1994 hingga menjadi kepala sekolah the National Taiwan College of Performing Arts, lalu memelopori “the Hakka Opera School,” Cheng Rom-shing tidak pernah menyesal bahkan berupaya melakukan yang terbaik agar dapat membangkitkan dan melestarikan musik dan opera rakyat.
“Setiap kali melakukan pertunjukan di luar negeri saya selalu sakit kepala.” Biaya perjalanan sangat besar sampai jutaan NT$, hanya mengandalkan penjualan tiket tidaklah mencukupi. “Antusias teman kerabat sekampung adalah dukungan terbesar bagi kami untuk terus melangkah maju.” Penonton yang antusias sudah sejak awal menjadi teman dekat, memberikan bantuan keuangan menyelesaikan kebutuhan mendesak tanpa menunggu Cheng Rom-shing buka suara. Daftar nama para sponsor ini sudah terukir mendalam di hati, Cheng Rom-shing selalu bersyukur dan sangat berterima kasih dan juga mendorong dirinya untuk selalu memenuhi harapan mereka.
Tirai panggung sekali lagi dinaikkan perlahan-lahan diiringi dengan alunan musik yang dibawakan orkestra, tiba-tiba cahaya lampu bersinar terang, inilah opera Hakka “Rom Shing” yang akan terus berkumandang.
Opera Hakka Rom Shing terus mengeluarkan karya baru, selain menafsirkan kesetiaan dan kesalehan anak dalam opera tradisional Hakka, kisah yang dihadirkan juga dipadukan dengan alur cerita lucu yang disesuaikan dengan zaman, setiap opera pasti menarik. (Foto: Cheng Rom-shing)
Opera Hakka “Lin Zhan-mei”, tidak hanya terdiri dari seni musik, tetapi juga seni bela diri yang memukau.
Opera Hakka Rom Shing sangat memperhatikan kostum-kostumnya, tidak hanya mewah elegan, tetapi juga disesuaikan dengan zaman dan status. Foto ini memperlihatkan istri kedua Lin Zhan-mei.